BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan salah satu instrumen penting dalam meningkatkan
kemajuan suatu negara atau daerah, sesuai dengan amanat UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Jepang misalnya, pasca kekalahan Perang Dunia
ke-2 yang meluluh lantakkan Hiroshima dan Nagasaki, Kaisar Jepang tidak
menanyakan berapa jumlah panglima militer atau ekonom yang masih hidup. Akan
tetapi, ia hanya menanyakan berapa jumlah pendidik/guru yang masih hidup?
Jawabannya kemungkinan karena pendidikan merupakan modal utama untuk mendesain
kembali Jepang di masa depan dan saat ini kita bisa melihat betapa majunya
”Negeri Sakura” tersebut.
yang berhubungan dengan pendidikan. Betapa tidak, sebagian anak-anak Aceh
harus kehilangan pendidikan yang jelas sangat penting untuk menciptakan
generasi masa depan yang lebih baik. Di samping itu, banyaknya pembangunan di
bidang pendidikan yang harus di rehabilitasi kembali akibat dari musibah
tersebut, karena pembangunan juga merupakan faktor penentu dalam proses pendidikan.
Dalam kerangka ini pula, pihak pemerintah bersama pihak swasta serta semua
lembaga yang terlibat di dalamnya harus memberikan perhatian yang sangat besar
dalam membangun kembali sarana dan prasarana pendidikan di Aceh.
Di era informasi dan komunikasi saat ini, generasi Aceh akan berada
dibawah naungan dunia atau peradaban global. Peradaban global ini mau tidak mau
akan membawa generasi Aceh kepada kompetisi. Di abad kompetisi akan berlaku
hukum kompetitif. Intinya adalah terjadinya pertarungan keunggulan secara
alami, dan siapa yang unggullah yang akan mencapai keberhasilan.
Oleh karena itu, kualitas atau mutu pendidikan Aceh harus ditingkatkan
dengan melakukan berbagai upaya dan strategi dalam bidang pendidikan, agar Aceh
bisa mencetak generasi yang lebih unggul dimasa mendatang. Sistem pendidikan
yang diterapkan tersebut juga harus mampu membawa generasi Aceh kearah yang
lebih baik. Sehingga pendidikan generasi Aceh bisa lebih maju dan mampu
bersaing di era kompetitif ini.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah kualitas pendidikan Aceh dalam
menghadapi era kompetitif?
2.
Apakah strategi yang diterapkan untuk membangun
pendidikan Aceh kearah yang lebih baik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan seiring dengan perkembangannya zaman
menyebabkan banyak pola pikir mengenai definisi atau pengertian pendidikan,
mulai dari pola pikir yang awam menjadi lebih modern dan hal ini sangat mempengaruhi
kemajuan pendidikan pada umumnya.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1991:232), Pendidikan berasal dari kata
didik. Kata ini mendapat awalan kata me sehingga menjadi mendidik artinya
memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan
adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Dalam bahasa Yunani, pendidikan berasal dari kata Pedagogi yaitu kata paid
artinya anak sedangkan agogos yang artinya membimbing sehingga pedagogi dapat
di artikan sebagai lmu dan seni mengajar anak.
Dalam UU No.20 tahun 2003, disebutkan tentang sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
B.
Review
Pelaksanaan Pendidikan Di Aceh
Sebelum memprediksi keadaan dunia pendidikan di Aceh pada masa-masa yang
akan datang, ada baiknya melakukan review dan penelaahan kembali terhadap
praktek pendidikan yang berjalan selama ini. Dengan demikian orientasi
pendidikan dapat dilakukan secara lebih objektif.
Menurut Dr. Zamroni, orientasi itu dapat dikaji berdasarkan empat dimensi
yang ada, yaitu status anak didik, peran guru, materi pengajaran, dan manajemen
pendidikan.
Selama ini orientasi pendidikan cenderung memperlakukan anak didik
sebagai objek semata yang diberi tugas untuk menerima segala apa yang diberikan
oleh gurunya. Peluang untuk tatap muka dalam suasana dialogis hampir-hampir
tidak diberikan sama sekali. Proses belajar mengajar berlangsung dalam suasana
monolog dan monoton sehingga cenderung menimbulkan kebosanan dan kekakuan.
Dalam sisi lain guru sering tampil sebagai indoktrinator yang dari hari
ke hari menuangkan ilmunya tanpa berusaha mengembangkan potensi anak didiknya.
Meskipun guru hanya seorang berhadapan dengan puluhan anak didik, namun suasana
belajar kebanyakan didominasi oleh guru. Bila melihat suasana ruangan belajar
yang tenang tanpa suara anaka didik, maka hal itu dianggap kesuksesan sang guru
untuk meredam suara anak-anak.
Menyangkut dengan materi pelajaran yang dikembangkan selama ini.
kelihatannya cenderung masih dalam bentuk yang tidak permanen. Karena kurikulum
sering berubah-ubah ditambah lagi kurang terkaitnya dengan fenomena sosial yang
dihadapi masyarakat. Artinya belum sejalan dengan Link and Match yang
dikembangkan Mendikbud. Terbatasnya wawasan sang guru dalam memahami fenomena
yang muncul ditengah masyarakat menyebabkan kurang tepat dan kurang pekanya
mereka mengantisipasi berbagai problema yang dihadapi dunia pendidikan.
Akhirnya bermuara pada tidak adanya relevansi pendidikan dengan keinginan
masyarakat secara komprehensif.
Manajemen pendidikan yang berlaku didunia pendidikan kita saat ini
kelihatannya masih bersifat sentralisasi yang cenderung menimbulkan suasana
yang rigid dan kurang mengakomodasikan aspirasi yang berkembang dalam lapisan
bawah atau masyarakat setempat. Segala bentuk kebijaksaan selalu bersumber dan
menetes dari atas tidak memancar dari bawah. Akibat dari manajemen pendidikan
semacam ini, timbullah berbagai kesenjangan, baik kesenjangan akademik,
kesenjangan akupasional, maupun kesenjangan kultural.
Timbulnya kesenjangan akademik ditandai dengan aplikasi kurikulum yang
kurang terkait dengan fenomena sosial yang dihadapi masyarakat. Kesenjangan
akademik ini dipahami benar oleh pemerintah sehingga timbullah gagasan perlunya
muatan local dalam penerapan kurikulum sekolah. Dengan demikian diharapkan anak
didik tidak terlepas dari siklus masyarakat yang membesarkannya.
Adapun kesenjangan akupasional ialah adanya jurang yang menganga antara
dunia pendidikan dan dunia kerja. Lulusan suatu lembaga pendidikan terasa belum
cukup matang untuk diterjunkan kebursa kerja, karena kelangsungan pendidikan
tidak disejajarkan dengan perkembangan dunia usaha dan lapangan kerja. Hal
itulah yang menyebabkan lahirnya ide Link and Match yang bertumpu pada suatu
harapan bahwa setiap lulusan lembaga pendidikan bisa terpakai dalam pergulatan
bursa kerja atau dengan kata lain kebutuhan tenaga kerja tertentu dapat terisi
oleh lembaga pendidikan tertentu pula.
Kesenjangan cultural ialah peserta didik tidak mapu beradaptasi dengan
kehidupan bangsanya yang berjalan begitu cepat. Banyak para siswa yang belum
memahami apa arti kehidupan institusi politik dalam Negara kita, apa esensi
yang terkandung dalam pesta demokrasi lima tahun (pemilihan umum), apa makna
kehadiran lembaga adat, institusi keagamaan, semangat kebangsaan, nilai
perjuangan 45, dan lain-lain. Dengan kata lain, pemikiran para siswa tercabut
daria kar budaya bangsa dan kurang memiliki ruh nasionalisme.
C.
Kondisi
Pendidikan Aceh
Pendidikan merupakan satu bidang garap yang sangat penting dalam usaha
rekonstruksi Aceh pasca-tsunami pada 26 Desember 2004. Bidang pendidikan
meliputi baik pembangunan kembali sarana dan prasarana pendidikan, di mana
ribuan gedung sekolah hancur akibat gelombang tsunami, maupun sumber daya
manusia. Sebagaimana diketahui, sekitar dua ribu lima ratus (2.500) guru (SD hingga
SMU) dilaporkan telah meninggal dunia menyusul musibah gempa dan tsunami (Media
Indonesia, 7 Januari 2005). Terhadap angka di atas juga masih perlu ditambah
jumlah tenaga pengajar perguruan tinggi yang ikut menjadi korban tsunami.(Media
Indonesia, 11 Januari 2005).
Bisa dipastikan bahwa kerusakan sarana dan hilangnya tenaga kependidikan
berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Aceh. Sebagian anak-anak
Aceh harus kehilangan pendidikan yang jelas sangat penting untuk menciptakan
generasi masa depan lebih baik. Di samping itu, persoalan mereka menjadi makin
parah mengingat bahwa musibah tsunami juga telah meninggalkan trauma psikologis
yang sangat besar. Tidak sedikit anak-anak Aceh, dan juga masyarakat secara
umum, yang membutuhkan penanganan psikologis khusus akibat musibah ini.
Oleh karena itu, pembangunan kembali bidang pendidikan merupakan salah
satu aspek sangat mendasar dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh
pasca musibah gempa dan tsunami. Bersama bidang-bidang penting lain—sosial-budaya,
ekonomi dan politik—pembangunan bidang pendidikan mutlak diperlukan, karena
akan sangat menentukan masa depan Aceh. Dalam kerangka ini pula, pihak
pemerintah bersama pihak swasta dan lembaga asing memberi perhatian sangat
besar dalam membangun kembali sarana dan prasarana pendidikan di Aceh. Mereka
secara intensif terlibat dalam rehabilitasi dan pembangunan gedung-gedung
sekolah, penyelenggaraan pendidikan darurat, dan pembangunan mental anak-anak
Aceh yang mengalami trauma psikologisakibat musibah tsunami.
Banyak yang berpartisipasi dalam program-program pembangunan pendidikan
di Aceh. Di samping itu, tantangan riil abad ke-21 ini bagi sektor pendidikan
semakin kuat, yang mensyaratkan sekolah untuk memiliki kinerja akademik yang
baik, jaminan kualitas pendidikan yang memadai, serta akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini, satu poin penting yang perlu
ditekankan adalah bahwa pembangunan sekolah memang didedikasikan bagi
pengembangan masyarakat Aceh. Oleh karena itu, nilai-nilai lokal keacehan, yang
pada dasarnya sangat identik dengan keislaman dan keindonesiaan menjadi sangat
penting dipertimbangkan. Dalam kerangka ini perlu disebut kemanusiaan sebagai
satu nilai universal yang juga menjadi landasan orientasi pendidikan di Aceh.
Dalam pengalaman sejarah Aceh menunjukkan bahwa proses pembentukan budaya
Aceh—atau juga disebut keacehan—berlangsung sejalan dengan proses penerimaan
Islam oleh masyarakat. Karena itu, Islam secara sangat berarti menjadi satu
unsur penting dalam proses pembentukan struktur sosial dan budaya masyarakat
Aceh. Ungkapan Aceh sebagai “Serambi Mekkah” pada dasarnya merupakan satu hasil
dari proses sejarah di atas. Proses tersebut terus berlangsung ketika Aceh
menjadi bagian dari Indonesia. Di sini, keindonesiaan menjadi satu unsur
penting lain yang ikut memperkaya proses perkembangan Aceh. Prinsip
keindonesiaan atau kebangsaan selanjutnya menjadi satu nilai utama yang dianut
masyarakat Aceh.
D.
Tantangan
Pendidikan Aceh di Era Kompetitif
Ada dua event yang muncul pada saat memasuki milenium ketiga. Pertama
Globalisasi, diakibatkan kemajuan ilmu dan teknologi terutama komunikasi dan
transformasi sehingga dunia menjadi tanpa batas. Hal ini juga memicu lahirnya
budaya global. Event kedua adalah
reformasi. Dalam era reformasi ini diharapkan akan muncul Aceh baru. Wajah baru
Aceh ini akan memunculkan perbedaan yang kontras dengan wajah lamanya.
Tantangan globalisasi ini menuntut kepada perhatian yang sungguh-sungguh
dari semua lapisan masyarakat untuk menghadapi dampak negatifnya. Tantangan
pertama bagi dunia pendidikan adalah tentang kualitas. Di era globalisasi pada
dasarnya muncul era kompetisi.
Berbicara kompetisi adalah berbicara keunggulan. Hanya manusia unggul
yang akan survive di dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan, karena itu
salah satu persoalan yang muncul bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas
generasi Aceh. Membentuk generasi unggul partisipatoris yaitu generasi yang
ikut serta secara aktif dalam persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik
(Tilaar, 1999: 56). Keunggulan partisipatoris itu dengan sendirinya adalah
berkewajiban untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi manusia yang akan
digunakan dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan yang semakin hari
semakin tajam (Tilaar, 1999:56).
Dalam pengembangan “generasi Unggul partisipatoris” diperlukan
pengembangan sifat-sifat sebagai berikut:
a.
Kemampuan untuk mengembangkan jaringan kerja
sama (network). Networking ini diperlukan karena manusia tidak lagi hidup
terpisah-pisah, tetapi telah berhubungan satu dengan lain.
b.
Kerja sama (teamwork). Setiap orang di dalam
masyarakat abad 21 mempunyai kesempatan untuk mengembangkan keunggulan
spesifiknya. Individu-individu yang telah mengembangkan kemampuan spesifik
yaitu membangun teamwork yang pada gilirannya dapat menghasilkan produk-produk
yang tinggi mutunya.
c.
Cinta kepada kualitas tinggi, generasi unggul
adalah manusia yang terus menerus meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan, sehingga dia akan mencapai kualitas tinggi. Kualitas yang dicapai
hari ini akan ditingkatkan esok harinya (Tilaar, 1999: 56-57).
Dalam kehidupan sehari-hari, konsep keungggulan tersebut juga terdiri
dari:
a.
Dedikasi dan disiplin, memiliki rasa mengabdi
kepada tugas, orang yang telah memiliki sifat tersebut akan diiringi dengan
tumbuhnya sikap disiplin.
b.
Jujur, kejujuran yang dikembangkan itu adalah
kejujuran terhadap orang lain maupun kejujuran terhadap diri sendiri.
c.
Tekun, generasi unggul adalah generasi yang
dapat mefokuskan perhatiannya kepada tugas yang telah dipercayakan kepadanya.
d.
Inovatif, generasi unggul adalah generasi yang
terus mencari yang baru, tidak puas dengan status quo.
e.
Ulet, generasi unggul adalah generasi yang tidak
mudah putus asa, dia akan terus mencari dan mencari (Tilaar, 1999, 57-59).
Dengan membentangkan pembicaraan tentang pentingnya membentuk generasi
unggul Aceh di abad kompetitif ini, yang tidak boleh tidak upaya pembentukannya
itu terpulang kepada pendidikan. Corak pendidikan yang bagaimana yang akan
diberikan kepada peserta didik. Berbagai kriteria generasi unggul yang
dibentangkan diatas banyak menyangkut tentang soal mental, karenanya pendidikan
mental itu merupakan prioritas utama yang akan dilaksanakan saat sekarang ini.
Tantangan dunia pendidikan Aceh saat sekarang ini serba kompleks.
E.
Faktor
Penunjang Pendidikan di Aceh
Sebagai daerah istimewa dan otonomi, Aceh memiliki wewenang khusus dalam
mengatur roda pemerintahan, termasuk dalam bidang pendidikan. Mengenai
pendidikan, UUPA Nomor 11 Tahun 2006 semakin menegaskan keistimewaan Aceh dengan
adanya tambahan dana otonomi khusus dan migas. Di dalam pasal 182 UUPA
diamanatkan; paling sedikit 30% dari dana bagi hasil migas tersebut
dialokasikan untuk membiayai pendidikan Aceh. Begitu juga dalam pasal 193 UUPA
disebutkan anggaran untuk penyelenggaraan pendidikan Aceh paling sedikit 20%
dari APBA/APBK.
Pemerintah selaku pengelola kebijakan pendidikan, diantaranya kebijakan
anggaran pendidikan, harus memberikan perhatian serius dengan berbagai langkah
nyata terhadap perkembangan masa depan dunia pendidikan Aceh. Dana pendidikan
yang mencapai triliunan rupiah harus bisa mengakomodir kebutuhan pendidikan
bagi masa depan putra-putri Aceh. Hal ini seperti diamanatkan dalam UUD 1945
maupun UUPA.
Anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBA/APBK dan 30% dari dana bagi
hasil migas wajib untuk direalisasikan sepenuhnya dengan pengelolaan yang tepat
sasaran, transparan dan akuntabel. Jangan sampai anggaran pendidikan dibajak
oleh para mafia anggaran atau maop demi kepentingan kelompok tertentu, dan
lebih ironis lagi jika dana pendidikan tersebut dikuras untuk membiayai
kepentingan politik tertentu.
Selain itu, banyak kalangan menganalogikan entitas lembaga pendidikan
sebagai prototype dan miniatur dari sebuah tatanan kehidupan
berbangsa/bernegara. Maju mundurnya dunia pendidikan akan berdampak pada baik
buruknya kehidupan bermasyarakat dan tatanan pemerintahan. Hal ini terlihat
dari seberapa handalnya institusi pendidikan dalam memproduksi sumberdaya
manusia (SDM) yang kompeten, bermoral dan memiliki kecakapan intelektual.
Selain itu, sekolah dan perguruan tinggi juga merupakan lokomotif utama
pensuplai SDM bagi pembangunan dan perbaikan ekonomi bangsa tentunya memiliki
tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pencerahan dalam menangani berbagai
problematika masyarakat. Butuh kesatuan visi, tekad, serta sinergisitas dari
semua elemen lembaga pendidikan untuk berkontribusi bagi perubahan dinamika
kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Selanjutnya, peran dan kualitas dari tenaga pendidik juga menjadi kunci utama
bagi lahirnya SDM yang handal, bermoral, dan profesional. Tenaga pendidik tidak
hanya melakukan transfer of knowledge, tetapi mampu melakukan construct of
knowledge, membangun ketrampilan dan nilai-nilai pendidikan demi terwujudnya
generasi yang unggul dimasa mendatang.
F.
Strategi
Peningkatan Kualitas Pendidikan Aceh
1.
Keseimbangan dan harmoni
Masyarakat Aceh yang merupakan bahagian dari masyarakat bangsa Indonesia
merupakan potensi nasional yang harus dibina dan dikembangkan. Kebutuhan
dasarnya (basic need) harus dipenuhi dengan sempurna terutama kebutuhan akan
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kemudian dilengkapi pula dengan pengembangan
nilai-nilai kemanusiaan, termasuk didalamnya agama, budaya, ekonomi, falsafah
dan tradisi. Segi-segi kehidupan yang bertumpu pada nilai-nilai itulah yang
perlu dipelajari, dipahami dan dikembangkan sebagai landasan bagi perkembangan
kehidupan yang lebih bermakna pada masa yang akan datang. Inilah sebenarnya
tantangan dunia pendidikan kita dimasa depan, yaitu tantangan yang dapat
meyeimbangkan antara aspek-aspek pengajaran, kebudayaan, keyakinan dan
kebangsaan serta berusaha mentransformasikan masyarakat Aceh menuju masyarakat
yang maju, damai, sejahtera, mandiri dn berkeadilan.
Dalam strategi keseimbangan itu termasuk pula antara lain kesejajaran
antara pengajaran ilmu-ilmu umum dan ilmu agama, meskipun sebenarnya kurang
tepat untuk membuat dikotomi antara kedua ilmu tersebut. yang dimaksudkan
adalah setiap guru dalam memjelaskan pelajaran yang dipercayakan padanya, perlu
melakukan multi pendekatan termasuk pendekatan agama dan moral pancasila.
Artinya setiap materi yang diajarkan perlu diberi pengayaan (enrichment) dengan
ilmua gama atau analisa keagamaan serta morla kebangsaan yang dapat digali dari
falsafah Pancasila.
Dengan demikian keseimbangan dan keharmonisan adalah salah satu strategi
pendidikan yang dapat membawa masyarakat kearah yang dicita-citakan sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
trampil, berdisiplin, beretos kerja, prfesional, bertanggung jawab, dan
produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Manusia ideal seperti inilah yang diharapkan menjadi produk dan out-put
system pendidikan nasional, yang mampu membawa bangsa dan Negara kea rah
kemajuan, kedamaian, ketentraman, dan kemandirian.
2.
Keterbukaan
Pendidikan masa depan dapat berwujud dalam bentuk pendidikan yang terbuka
dan menerima keterbukaan. Terbuka artinya seluruh insan Indonesia diikut
sertakan dalam proses pendidikan dan pengajaran tanpa terkecuali, dengan
menikmati fasilitas dan kemudahan dalam segala jenjang pendidikan.
Kesejahteraan dalam bidang ekonomi dan sosial telah memungkinkan dan
melapangkan jalan kearah pendidikan yang terbuka tersebut.
Sedangkan keterbukaan dimaksudkan siap menerima perbaikan dan
penyempurnaan dari manapun datangnya, serta siap pula menerima ilmu dan
peradaban yang datang dari luar selama ilmu dan peradaban itu tidak merendahkan
martabat bangsa, tidak melunturkan nilai-nilai hidup masyarakat, tidak
menyesatkan aqidah umat dan tidak melemahkan daya hidup budaya bangsa.
Melalui strategi keterbukaan ini, lembaga pendidikan dapat
menyelenggarakan forum dialog yang membahas berbagai persoalan yang menyangkut
kehidupan masyarakat, baik dalam skala lokal, regional, nasional, bahkan dalam
skala mondial.
Dengan terlaksananya forum dialog tersebut, akan ikut menrik lebih banyak
aspirasi serta kebutuhan dan keinginan masyarakat (people need and interest).
Lebih jauh forum ini dapat melahirkan ide-ide baru, konsep dan sekaligus
melahirkan solusi terhadap berbagai masalah sosial yang timbul ditengah-tengah
masyarakat. Tentu forum ini akan memperluas wawasan dan cara pandang masyarakat
terhadap berbagai masalah.
3.
Keteladanan
Dalam mengayomi dunia pendidikan ini, kita selalu dibenturkan pada
hal-hal yang menyangkut dengan prilaku pelaksana pendidikan yang sering
menunjukkan karakter yang tidak sejalan dengan sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh kaum pendidik.
Karena itu, pada setiap insan yang terlibat dalam dunia pendidikan harus
ditanamkan sikap-sikap keteladanan, jujur dan kesatria. Para pelaku pendidikan
baik Pembina, pendidik, pegawai administrasi dan pekerja harsu menjadi orang
yang jujur dan terpercaya serta memberikan keteladanan kepada peserta didik.
Sebagai manusia biasa, para pelaku pendidika itu tentu tidak luput dari
kesalahan, kekhilafan dan kekurangan. Untuk itu mereka perlu memiliki jiwa yang
kesatria , mau mengakui kesalahannya dan berusaha memperbaikinya pada masa yang
akan datang.
Oleh sebab itu strategi keteladana ini perlu dikembangkan dalam dunia
pendidikan di daerah kita, karena dengan keteladanan itu dapat melahirkan
kepatuhan dan ketaatan yang ada pada gilirannya akan menjadi panutan dan
kebiasaan yang akan dapat kita turunkan pada anak didik kita. Adapun kuncinya
adalah iman dan taqwa yang tertanam dalam lubuk hati para pelaku pendidikan,
yang terefleksi dalam sikap yang jujur, disiplin, taat dan bekerja keras dalam
bidangnya masing-masing.
4.
Semangat kebangsaan dan cinta tanah air
GBHN 1993 menyebutkan bahwa pendidikan nasional juga harus menumbuhkan
jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat
kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan
sikap menghargai jasa pahlawan serta berorientasi ke masa depan.
Berangkat dari penegasan GBHN tersebut, maka strategi pendidikan kita
harus diarahkan pada pembinaan anak-anak didik agar memiliki jiwa patriotisme
semangat kebangsaan dan cinta kepada tanah air. Strategi ini perlu diwujudkan
dalam langkah-langkah yang realistic mengingat makin lama generasi muda
Indonesia makin jauh dari masa-masa perjuangan fisik merebut dan mempertahankan
kemerdekaan kita.
G.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan
Dalam pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan tidak terlepas
dari lima faktor pendidikan agar kegiatan pendidikan terlakana dengan baik.
Apabila salah satu faktor tidak ada maka mutu pendidikan tidak dapat tercapai
dengan baik karena faktor yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi dan
saling berhubungan. Adapun kelima faktor tersebut adalah:
1.
Faktor Tujuan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka faktor tujuan perlu
diperhatikan. Sebab mutu suatu lembaga pendidikan yang berjalan tanpa berpegang
pada tujuan akan sulit mencapai apa yang diharapkan. Untuk meningkatkan mutu
pendidikan, sekolah senantiasa harus berpegang pada tujuan sehingga mampu
menghasilkan output yang berkualitas. Dengan adanya perencanaan seperti itu
dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang harus dijadikan pedoman dalam
melaksanakan pendidikan nasional, intruksional maupun tujuan yang lain yang
sebih sempit.
2.
Faktor Guru ( Pendidik )
Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, guru harus benar-benar membawa siswanya kepada tujuan yang
ingin dicapai. Guru harus mampu mempengaruhi siswanya. Guru harus berpandangan
luas dan kriteria bagi seorang guru ialah harus memiliki kewibawaan. Guru
merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya peningkatan mutu pendidikan,
karena gurulah yang merupakan aktor utama dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan.
3.
Faktor Siswa
Anak didik atau
siswa merupakan objek dari pendidikan, sehingga mutu pendidikan yang akan
dicapai tidak akan lepas dengan ketergantungan terhadap kondisi fisik tingkah
laku dan minat bakat dari anak didik.
4.
Faktor Alat.
Yang dimaksud faktor alat (alat pendidikan), adalah segala usaha atau
tindakan dengan sengaja yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat
pendidikan ini merupakan masalah yang esensial dalam pendidikan, karena itu
perlu dilakukan upaya untuk menyediakan alat-alat tersebut. Yang dikatagorikan
sebagai alat pendidikan adalah sesuatu yang dapat memenuhi tercapainya tujuan
pendidikan yaitu sarana, prasarana dan kurikulum.
5.
Faktor Lingkungan Masyarakat
Kemajuan pendidikan sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat termasuk
orang tua siswa, karena tanpa adanya bantuan dan kesadaran dari masyarakat
sulit untuk melaksanakan peningkatan mutu pendidikan. Sekolah dan masyarakat
merupakan dua kelompok yang tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi satu
sama lainnya. Karena itulah dibentuklah komite sekolah berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan No 044/V/2002 tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah, maka otonomi sekolah bermitra kerja dengan Komite Sekolah.
Peran Komite Sekolah memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijaksanaan pendidikan, mendukung penyelenggaraan pendidikan, mengontrol,
mediator antara pemerintah dan masyarakat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat kepada pembahasan, analisis, dan persoalan-persoalan tersebut di
atas, maka semakin penting kiranya untuk segera mengambil langkah-langkah yang
strategis terutama yang berkenaan dengan peningkatan kualitas dan pengembangan
sumber daya manusia di Aceh.
Untuk itu dari sekarang perlu ditimbulkan suasana yang mendukung
perwujudan kualitas manusia itu, melalui penyempurnaan infra struktur dan supra
struktur yang berkaitan dengan pengelolaan dan pembinaan pendidikan di daerah
ini. selanjutnya perlu dilakukan berbagai upaya yang dapat mengembalikan citra
dunia pendidikan, terutama wibawa pendidik, yang erat kaitannya dengan
pembinaan kualitas dan kesejahteraan para pendidik, serta meningkatkan prestasi
institusi pendidikan dan anak didiknya. Kesemuanya itu insya Allah akan
bermuara pada pengembangan kualitas Ulul Albab sebagai out-put pemantapan dunia
pendidikan masa depan di daerah Aceh.
B. Saran
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia.
Untuk mendapatkan pendidikan yang baik maka perlu adanya pemahaman mengenai
pendidikan secara lebih rinci dan mendalam.
Sehubungan dengan perbuatan karya tulis ini, kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, untuk dijadikan landasan
dalam penyempurnaan dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
http://duniabaca.com/definisi-pendidikan.html,
diakses pada tanggal 28 April 2015, pukul 21.20
http://www.dapunta.com,
diakses pada tanggal 28 April 2015, pukul 21. 30
Haidar Putra
Daulay, Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2004), hal. 198
Badruzzaman Ismail, Perkembangan Pendidikan Di Daerah
Istimewa Aceh, (Banda Aceh: Gua Hira’, 1993), hal. 540-542
http://lhok.sukmabangsa.sch.id, diakses pada tanggal 28
April 2015, pukul 22.00
Haidar Putra Daulay, Pendidikan…., hal. 199
http://ideas-aceh.com,
diakses pada tanggal 28 April 2015, pukul 22.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar