BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fenomena
konflik sosial yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, Gamawan Fauzi selama tahun 2012
jumlah konflik sosial mencapai 89 kasus. Padahal pada tahun sebelumnya
berjumlah 77 kasus saja. Kasus konflik sosial bagaikan fenomena gunung es, yang
terlihat hanya tataran permukaannya saja. Padahal bisa dipastikan jumlah kasus
sebenarnya pasti jauh lebih tinggi dari itu. Predikat bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang memiliki citra ramah tamah dan sopan santun tampaknya sudah
tergerus oleh perilaku bangsanya sendiri. Bagaimana tidak, bentrokan
antarwarga, bentrokan antarmahasiswa, bentrokan mahasiswa dengan aparat sudah
menjadi hal lumrah yang menghiasi pemberitaan di media massa. Bahkan kasus
konflik sosial tersebut sampai menelan korban jiwa mencapai 28 korban jiwa dan
200 korban luka serius serta kerugian material dan non-material.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian konflik sosial ?
2.
Bagaimana teori-teori konflik sosial ?
3.
Bagaimana penyebab konflik sosial ?
4.
Apa bentuk-bentuk konflik sosial ?
5.
Apa dampak konflik sosial ?
6.
Bagaimana bentuk penyelesaian konflik sosial ?
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
1.
Memahami pengertian konflik sosial.
2.
Mengetahui teori-teori konflik sosial.
3.
Mengetahui penyebab konflik sosial.
4.
Memahami bentuk-bentuk konflik sosial.
5.
Mengatahui dampak konflik sosial.
6.
Memahami bentuk penyelesaian konflik sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
B. DEFENISI KONFLIK
MENURUT PARA AHLI
Ada beberapa
pengertian konflik menurut beberapa ahli.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat
daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di
antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini
terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan
oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak
ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang
terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan
organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang
sangat dekat hubungannya dengan stres.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua
atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu
pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu
pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara
negatif (Robbins, 1993).
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu
lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan
ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu
yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui
perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan
yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang
diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps,
1986:185; Stewart, 1993:341).
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang
lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda
– beda (Devito, 1995:381)
C. TEORI-TEORI
KONFLIK
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah
teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori
konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori
konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
D. PENYEBAB KONFLIK
1)
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung
pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.
2)
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3)
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang
atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh
masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari
kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani
menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan
kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial
di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok
buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara
keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha
menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.
4)
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat
memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang
mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial
sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan
bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal
perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan
nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah
menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam
dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau
mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan
akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan
tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
E. JENIS-JENIS
KONFLIK
Menurut
Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
1.
Konflik antara atau dalam peran sosial
(intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik
peran (role))
2.
Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar
keluarga, antar gank).
3.
Konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa).
4.
Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang
saudara)
5.
Konflik antar atau tidak antar agama
6.
Konflik antar politik.
F. DAMPAK
KONFLIK
Hasil dari
sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain.
keretakan
hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dll.
kerusakan harta
benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan
penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori
telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon
terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil
tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan
menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang
tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari
jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang
tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
Pengertian yang
tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
"kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian
untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
G. BENTUK-BENTUK
PENYELESAIAN KONFLIK
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai
kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling
menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk
akomodasi :
1. Gencatan
senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna
melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya :
untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau
mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan
lain-lain.
2. Abitrasi,
yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang
memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak.
Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam
masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih
maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3.
Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga
tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu
menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi,
yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga
tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan
perburuhan yang dibentuk Departemeapai kestabilan n Tenaga Kerja. Bertugas
menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur,
dan lain-lain.
5. Stalemate,
yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang
seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini
terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur.
Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa
Perang dingin.
6. Adjudication
(ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara
yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
§
Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam
konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami
keluar, dan sebagainya.
§
Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai
kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah
barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi
pihak-pihak yang terlibat.
§
Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk
mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
§ Minority
consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati
oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan
dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
§
Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di
dalam konflik.
§
Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali
pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
§
Pengertian Konflik
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
§
Teori-teori konflik
Ada tiga teori
konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C.
Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx,
yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott,
yaitu tentang Patron Klien.
§
jenis-jenis konflik
Menurut
Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
Konflik antara
atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam
keluarga atau profesi (konflik peran (role))
Konflik antara
kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
Konflik kelompok
terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
Koonflik antar
satuan nasional (kampanye, perang saudara)
Konflik antar
atau tidak antar agama
Konflik antar
politik.
B. SARAN
§ Semoga
dengan makalah ini dapat menambah dan memberikan wawasan kita dalam memahami
“konflik sosial”.
§ Setiap
masalah termasuk konflik pasti ada jalan keluarnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://andrie07.wordpress.com/2009/11/25/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyelesaian_konflik
http://hizbut-tahrir.or.id/2013/03/31/konflik-sosial-kapitalisme-biangnya-2/penyelesaian-konflik/
http://psychochanholic.blogspot.com/2008/03/teori-teori-konflik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar