Kamis, 03 Desember 2015

Makalah Jurnalistik atau Wartawan

BAB I
PENDAHULUAN

     A.    LATAR BELAKANG
            Euforia era reformasi tampaknya masih terasa hingga kini. Tiba-tiba banyak orang yang merasa berhak menjadi apa saja, termasuk menjadi wartawan. Orang yang merasa berhak dan mampu menjadi calon legislator bahkan mencapai ratusan atau bahkan ribuan dalam satu kabupaten / kota. Khusus di bidang pers, banyak orang yang tiba-tiba menjadi wartawan dan memiliki kartu pers, padahal mereka tidak pernah melalui jenjang pendidikan jurnalistik yang memadai dan benar. Karena tidak memiliki pendidikan yang memadai dan tidak pernah mendapatkan atau mengikuti pendidikan jurnalistik yang memadai dan benar, maka tidaklah mengherankan kalau banyak oknum wartawan yang menyalahgunakan profesinya dan melanggar kode etik wartawan atau Kode Etik Jurnalistik.
            Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. (UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers). Lalu apa dan siapa wartawan itu? Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan, tetapi mereka harus memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Sebagai professional dan dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
            Wartawan adalah orang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, rasa keterlibatan besar terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan, memiliki integritas, cermat, andal, siaga, disiplin, serta memiliki keterbukaan. Sebagai orang yang senantiasa bersentuhan dengan publik, wartawan dalam menjalankan profesinya diikat oleh norma dan aturan-aturan yang berlaku di tengah masyarakat.
            Wartawan pun harus menghormati etika dan kaidah-kaidah yang ada, termasuk menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah disepakati bersama oleh 29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia, di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006, dan ditetapkan oleh Dewan Pers pada Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 24 Maret 2006, melalui Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006, tentang Kode Etik Jurnalistik.
     B.     RUMUSAN MASALAH
            Dalam penulisan makalah ini penulis memiliki batasa-batasan masalah guna untuk membatasi pembahasan makalah ini, agar nantinya dalam pembahasan tidak keluar dari materi ini. Batasan-batasan itu adalah :
1.      Apakah kode etik itu ?
2.      Seperti apakah kode etik jurnalistik itu ?
3.      Seperti apakah etika jurnalistik itu ?
4.      Seperti apa kekuatan kode etik itu ?
5.      Tantangan apa yang harus dihadapi jurnalistik ?
6.      Pertanggung jawaban seperti apakah yang harus dilakukan oleh seorang jurnalistik ?
7.      Hubungan Komputer dengan jurnalistik?
8.      Gaji seorang jurnalistik?



BAB II
PEMBAHASAN

      A.     PENGERTIAN KODE ETIK
            Etika berasal dari bahasa Latin, ethica, yang berarti aturan atau kaidah-kaidah moral, tata susila yang mengikat suatu masyarakat atau kelompok masyarakat, atau profesi. Etika didasari oleh kejujuran dan integritas perorangan. Etika yang mengikat masyarakat dalam sebuah profesi itulah yang disebut Kode Etik, maka lahirlah berbagai macam Kode Etik, antara lain Kode Etik Wartawan atau Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Kedokteran, dan Kode Etik Pengacara.
            Di Indonesia, Kode Etik Wartawan tidak hanya merupakan ikatan kewajiban moral bagi anggotanya, melainkan sudah menjadi bagian dari hukum positif, karena Pasal 7 (2) UU Pers dengan tegas mengatakan bahwa wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik dimaksud yaitu kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

     B.     KODE ETIK JURNALISTIK
            Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers terdiri atas 11 pasal dan diawali dengan pembukaan, yang antara lain menyatakan bahwa kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
            Juga dinyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
            Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
            Kode Etik Jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawan dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh Pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
·         Pasal 1
            Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,   berjiwa  Pancasila   taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap independen  serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
·         Pasal 2
            Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi terhadap jenis kelamin,  orang cacat, sakit, miskin atau lemah
·         Pasal 3
            Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah,  cabul,  sadis, dan  sensasional.
·         Pasal 4
1.      Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang, atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di layar televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2.      Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
·         Pasal 5
            Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.   Penyiaran karya jurnalistik rekaulang  dilengkapi dengan keterangan,  data tentang sumber rekayasa yang ditampilkan.
·         Pasal 6
            Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila seseorang. Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
·         Pasal 7
            Wartawan selalu menguji informasi, menerapkan  prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta menghormati asas praduga tak bersalah.
            Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan  prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.
·         Pasal 8
            Wartawan  tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
·         Pasal 9
            Wartawan menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita, kecuali dalam peliputan yang bersifat investigative.
·         Pasal 10
            Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberitakan. Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
·         Pasal 11
            Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita .
·         Pasal 10
            Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberitakan.
            Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.

·         Pasal 11
            Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita .
·         Pasal 12
            Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
·         Pasal 13
            Wartawan dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk melindungi identitas dan keberadaan narasumber yag tidak ingin diketahui.  Segala tanggung jawab akibat penerapan hak tolak ada pada wartawan yang bersangkutan.
·         Pasal 14
            Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.
·         Pasal 15
            Wartawan harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
·         Pasal 16
            Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
Pasal 17
            Wartawan mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
    C.    ETIKA JURNALISTIK
            Jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi pada masyarakat,yang bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti informasi yang disebarluaskan merupakan informasi yang diperlukan. Jurnalistik berasal dari bahasa asing yaitu diurnal dan dalam bahasa inggris journal yang berarti catatan harian.
            Etika jurnalistik adalah Standart aturan perilaku dan moral yang mengikat para jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaanya. Etika jurnalistik ini sangat penting dimana bukan hanya mencerminkan standart jkualitas jurnalistik namun untuk menghindari dan melindungi masyarakat dari kemungkinan dmpak yang merugikan dari tindakan atu perilaku keliru dari seorang jurnalis.
     D.    KEKUATAN KODE ETIK
            Kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya saksi atas pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya. Menyimak dari kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai moral, etika maupun kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen, namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang bebicara di lapangan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
            Namun terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada atau norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap terpulang pada pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan/media yang hanya mencari popularitas dan penerbitan/media yang memang ditujukan untuk melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi kode etiknya.
     E.     TANTANGAN JURNALISTIK
            Seorang Jurnalis atau Wartawan harus memiliki berbagai kemampuan dan keterampilan agar bisa bersaing dan tetap menjalankan profesinya sesuai dengan Kode etik Jurnalistik. Jika seorang wartawan tidak punya keinginan untuk mengembangkan diri, dia akan tersingkir dari kelompoknya.
            Salah satu tantangan yang harus siap dihadapi yakni kesadaran hukum dan keberanian masyarakat sudah muncul. Mereka meminta hak jawab, berbagai pihak yang dirugikan bisa melakukan somasi dan tuntutan hukum. Jika seorang jurnalis menjalankan profesinya sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik, dia akan lebih dihargai oleh masyarakat, nara sumber dan rekan se-profesinya.
Hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi Tantangan, diantaranya :
·         Menjalankan pekerjaan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
·         Banyak Membaca (buku, koran, kamus populer, internet, UU, Peraturan, Perda dll.)
·         Mengikuti berbagai Pelatihan dan Kursus Keterampilan (jurnalistik, bahasa asing, audit, pajak, dll.)
·         Menguasai materi sebelum melakukan wawancara.
·         Mempunyai data pendukung untuk materi tulisan.
    1.      Jurnalis Yang Memihak
            Profesi jurnalis rentan sekali untuk memihak kepada satu pihak, sehingga dia tidak independen lagi dalam mencari berita. Informasi yang disampaukan karena pesanan pihak tertentu. Contoh Keberpihakan, ketika satu daerah melakukan pemilihan kepala daerah langsung. Jurnalis menulis berita tersebut sesuai dengan pesanan tim suksesnya, tanpa memperhatikan keinginan para pembaca.
    2.      Jurnalis Masyarakat (Civil Journalist)
            Sejak dibukanya kebebasan Pers tahun 1998 lalu, banyak sekali berbagai perusahaan media yang muncul dan tenggelam. Tetapi para wartawan maupun perusahaan media tidak menyadari bahwa jurnalis masyarakat sudah muncul di dunia maya seperti blog. Para blogger muncul Tanpa perlu latar belakang pendidikan jurnalistik. Mereka membuat berita sendiri (meskipun tidak mengikuti kaidah penulisan). Mereka menuangkan ide, tulisan bahkan makian terhadap pihak tertentu tanpa sensor.
    3.      Media Gratis
            Satu lagi tantangan bagi perusahaan para jurnalis dan perusahaan pers yakni maraknya media (koran dan majalah gratis). Media gratis bisa mengurangi pendapatan kue iklan, karena tarif iklan lebih murah dibanding tarif iklan di surat koran maupun majalah. Para penulis di media gratis juga jarang yang berlatar belakang seorang jurnalis. Mereka hanya mengandalkan materi tulisan dari perusahaan yang memasang iklan, seperti iklan berita (advetorial).
            Wartawan Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian, yaitu : bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada UUD 1945, bersifat kesatria, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan demikian turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.
     F.     PERTANGGUNG JAWABAN
            Bahwa seorang wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya disiarkan. Kaitannya dengan hal di atas, dalam kenyataan yang ada masih terdapat banyak media cetak yang memuat berita atau gambar yang secara jelas bertentangan dengan kehidupan sosial yang religius. Namun walau demikian tampaknya gejala ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai suatu kewajaran dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, sehingga batasan-batasan etika dan norma yang harusnya dikedepankan, menjadi kabur bahkan tidak lagi menjadi suatu pelanggaran kode etik, maupun norma/aturan hukum yang ada.
            Sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) UU. No. 40/1999 disebutkan bahwa “Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”. Serta ditambahkan lagi dalam Pasal 13 yang memuat larangan tentang iklan, yaitu iklan yang memuat unsur : Mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan penggunaan wujud rokok atau penggunaan rokok.
            Pertanggungjawaban dalam hal ini dapat pula terkait dengan keberpihakan seorang wartawan terhadap seseorang atau suatu golongan tertentu. Namun lagi-lagi dalam kenyataannya menunjukkan bahwa keberpihakan tersebut tampaknya telah menjadi trend dan seolah tidak dipermasalahkan lagi.  
    G.     HUBUNGAN KOMPUTER DENGAN JURNALISTIK
            Teknologi informasi atau yang biasa di sebut IT adalah study atau pengguna peralatan elektronika, terutama computer, untuk menyimpan, menganalisis dan mendistribusikan informasi apa saja, termasuk kata-kata, bilangan dan gambar .
            Menurut alter teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, menyimpan, mengambil atau menyimpan data. Sehingga mempunyai kedekatan persepsi bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang memungkinkan manusisa berbagai informasi dengan manusia lain, terlepas dari perdebatannya mengenail alat yang di gunakan. Namun yang saya bahas pada disini lebih menekakan pada teknologi informasi dalam konteks komputer, dan internet.
Salah satu hasi dari perkembangan teknologi yang memudahkan akses seiring munculnya situs-situs jejaring sosial, twitter, facebook, dan sebagainya dan juga situs penyedia blog, seperti blogspot, wordpress, edublogs, dan sebagainya.
     H.    GAJI SEORANG JURNALISTIK
            Rata-rata jurnalis yang baru diangkat menjadi karyawan tetap digaji seputaran Rp. 1.700.000 – Rp. 2.200.000. Akan tetapi di luar Jakarta seperti daerah Palu, Semarang dan Medan, jurnalis digaji hanya sebesar Rp. 500.000 – Rp.700.000. Seharusnya jurnalis untuk entry level position bisa memperoleh gaji layak sebesar Rp. 2.700.000 – Rp. 3.500.000. Hanya ada 4 perusahaan media di Indonesia yang memberikan gaji layak diatas standar gaji minimum jurnalis yaitu Kompas, Bisnis Indonesia (Rp.5.000.000), Jakarta Post (Rp. 5.500.000) dan Jakarta Globe (Rp. 5.500.000).
            Dengan kondisi pengupahan yang kurang seperti saat ini, sering kita lihat adanya praktek suap jurnalis atau yang lebih dikenal dengan pemberian ”amplop” kepada jurnalis. Bentuk pemberian ”amplop” ini berbeda-beda dapat berbentuk uang atau biaya transportasi, barang berupa doorprize seperti alat-alat kebutuhan rumah tangga, Fasilitas, hiburan, dan service di luar acara.



BAB III
PENUTUP

      A.     KESIMPULAN
            Penerapan kode etik jurnalistik yang merupakan gambaran serta arah, apa dan bagaimana seharusnya profesi ini dalam bentuk idealnya oleh sebagian pers atau media massa belum direalisasikan sebagaimana yang diharapkan, yang menimbulkan kesan bahwa dunia jurnalistik (juga profesi lain) terkadang memandang kode etik sebagai pajangan-pajangan yang kaku. Namun terlepas dari ketimpangan dari apa yang seharusnya bagi dunia jurnalistik tersebut, tampaknya hal ini berpulang pada persepsi dan obyektifitas masyarakat/publik untuk menilai kualitas, bobot, popularitas maupun keberpihakan dari suatu media massa.
            Kebebasan pers yang banyak didengungkan, sebenarnya tidak hanya dibatasi oleh kode etik jurnalistik, tetapi terdapat aturan lain yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan apa yang seharusnya. Untuk itulah masih diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi pers, paling tidak menutup kemungkinan untuk dikurangi dari penyimpangan tersebut.
     B.     SARAN
            Mohon maaf apa bila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Pada akhir tulisan, penulis mengajak para pembaca untuk  lebih mengerti lagi bagaimana etika seorag jurnalistik tersebut dan hubungannya dengan komputer. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.



DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto. 2005. Kewarganegaaan untuk SMA Kelas XII. Jakarta : Erlangga
Djzazuli, HM.2007.Kewarganegaraan 3 Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Yudhistira
Tim MGMP SMA/MA kab Mojokerto. 2006. PPKN Kelas XII semester ganjil. Mojokerto: Media Gravika
Tim MGMP SMA/MA kab Mojokerto.2007. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII Semester Gasal. Mojokerto: Media gravika


1 komentar:

  1. sy bisa minta makalah ini gak. kalau boleh mohon bisa di email ke ce2pwp@gmail.com

    BalasHapus